IRITABILITAS OTOT DAN SARAF
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu
kemampuan sel saraf untuk mendukung fungsinya adalah iritabilitas. Iritabilitas
merupakan kemampuan untuk memberikan respon terhadap stimulus yang mengenainya.
Stimulus yang mengenai suatu otot atau saraf akan dirambatkan. Kemampuan untuk
merambatkan suatu impuls dikenal dengan konduktivitas. Dengan adanya kemampuan
iritabilitas dan konduktivitas maka stimulus akan dapat diterima dan diteruskan
dari atau ke bagian yang sesuai.
Sifat
iritabilitas sangat menonjol pada sel otot dan sel saraf. Sel otot akan
menunjukkan respon apabila diberikan rangsangan melalui saraf atau langsung
pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot umumnya berupa kontraksi otot,
sedangkan respon yang ada pada sel saraf umumnya tidak dapat diamati, karena
berupa proses pembentukan potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa
impuls. Adanya respon sel saraf hanya dapat diamati pada efektornya.
Secara
normal, otot distimulasi untuk berkontraksi sebagai respon terhadap adanya
impuls saraf. Bahkan otot dalam gabungannya sebagai jaringan yang mempunyai
iritabilitas juga akan berkontraksi dengan adanya stimuli listrik, mekanis,
kimiawi dan panas. Rangsangan adalah perubahan keadaan
luar yang terjadi pada organisme, misalnya sel otot dapat menimbulkan reaksi
yang bersifat spesifik. Rangsangan dapat berupa rangsangan kimia, rangsangan
kalor, rangsangan cahaya maupun rangsangan listrik.
Rangsangan
mekanis berupa tekanan, tarikan, tusukan, cubitan, dan lain-lain. Reaksi yang
terjadi dalam organisme disebut efek. Menurunnya kekuatan rangsangan mekanis
jauh lebih besar daripada efek yang ditimbulkannya. Rangsangan kimia dapat
diperoleh hanya dalam keadaan larutan yang bersifat isotonik dan suhunya harus
sama dengan suhu jaringan yang hendak dirangsang. Rangsangan kalorik berupa rangsangan
panas atau dingin. Otot yang diamati pada percobaan ini adalah otot gastrocnemius dan saraf ischiadicus yang akan diamati kemampuan
iritabilitasnya sebelum dan setelah diputuskan saraf dari medulla spinalis. Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dilakukan praktikum Iritabilitas Otot dan Saraf.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah pada
praktikum Iritabilitas Otot dan Saraf adalah bagaimana sifat iritabilitas dan
konduktivitas otot dan saraf ?
C.
Tujuan
Praktikum
Tujuan yang ingin
dicapai pada praktikum Iritabilitas Otot dan Saraf adalah untuk mengetahui
sifat iritabilitas dan konduktivitas otot dan saraf.
D. Manfaat Praktikum
Manfaat yang diperoleh
pada praktikum Iritabilitas Otot dan Saraf adalah dapat mengetahui sifat
iritabilitas dan konduktivitas otot dan saraf.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Sistem saraf mencakup seluruh massa jaringan saraf dalam tubuh. Fungsi
dasar dari sistem saraf adalah komunikasi. Sifat ini mencerminkan dua ciri
fundamental protoplasma, yaitu iritabilitas dan konduktivitas. Iritabilitas
yaitu kemampuan bereaksi dengan secara bertingkat terhadap rangsang fifik atau
kimiawi. Konduktivitas yaitu kemampuan menghantar rangsang dengan cepat dari
satu tempat ke tempat lain. Setelah menerima rangsang dari tubuh, bentuk dan
aliran energi rangsang (mekanis, termal, kimiawi) ditransduksi oleh struktur
khusus, yaitu reseptor, menjadi potensial listrik yang akhirnya membangkitkan
rangsang saraf. Deretan impuls ini kemudian dengan cepat diteruskan ke pusat
saraf (Fawcett, dkk., 2002).
Sistem
saraf adalah serangkaian organ yang kompleks serta terdiri dari jaringan saraf.
Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal
diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas atau sensivitas terhadap stimulus
dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respons terhadap
stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama, yaitu input
sensorik, aktivitas integratif dan output motorik. Sistem saraf menerima
stimulus melalui reseptor yang terletak di tubuh baik eksternal (somatik) maupun internal (viseral). Reseptor
mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang menjalar di sepanjang saraf
sampai ke otak dan medulla spinalis,
yang akan menghantarkan stimulus sehingga respon bisa terjadi. Impuls dari otak
dan medulla spinalis memperoleh
respon yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh yang disebut sebagai efektor
(Sloane, 2004).
Sistem
saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf tepi terletak di luar otak dan medulla spinalis
terdiri dari dua bagian yaitu otonom dan somatik. Sistem saraf tepi menerima
rangsangan dan memulai respon terhadap rangsangan itu. Fungsi dari SSO adalah
mengendalikan dan mengatur jantung, sistem pernapasan, saluran
gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar. SSO mempersarafi otot polos
tetapi merupakan sistem saraf involunter yang dikendalikan secara tidak sadar.
Sistem saraf somatik merupakan sistem volunter yang mempersarafi otot rangka
yang dikendalikan secara sadar. Dua perangkat neuron dalam komponen otonom pada sistem saraf perifer adalah neuron
aferen yang menerima impuls ke SSP, dan neuron eferen yang menerima impuls dari
otak dan meneruskan impuls ini melalui medulla
spinalis ke sel-sel organ efektor (Kee, dkk., 1996).
Saraf yang mengontrol dan
mengkoordinasikan fungsi fisiologis tubuh dibedakan atas dua macam, yaitu
sistem saraf pusat terdapat dalam otak dan medulla
spinalis, serta sistem saraf perifer yang memperantarai antara SSP dan
lingkungan eksternal atau internal. Saraf perifer dibagi lagi menjadi aferen
(pembawa impuls yang masuk ke SSP) dan eferen (pembawa impuls yang keluar dari
SSP). Eferen dibagi lagi menjadi saraf somatik dan saraf otonom (SSO).
Neuron-neuron eferen SSO mempersarafi otot polos dan otot jantung, kelenjar,
dan organ dalam lain. SSO dibedakan atas saraf simpatik dan parasimpatik.
Neuron saraf simpatik berasal dari torakal dan lumbal (torako-lumbal), dan
neuron saraf parasimpatik berasal dari daerah batang otak (Rahardjo, 2009).
Sistem saraf
otonom (SSO) merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut aferennya membawa
input dari organ visera. SSO mempersarafi otot polos, otot jantung dan
kelenjar-kelenjar viseral. SSO terutama mengatur fungsi viseral dan
interaksinya dengan lingkungan internal. Sistem saraf otonom terbagi menjadi
dua, yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis meninggalkan SSP
dari daerah torakal dan lumbal medulla spinalis. Sistem saraf parasimpatis
keluar dari otak melalui komponen-komponen saraf kranial dan bagian medulla spinalis. Mediator stimulus
simpatis adalah neropinefrin, sedangkan mediator impuls parasimpatis adalah
asetilkolin. Kedua zat kimia ini mempunyai pengaruh yang berlawanan (Muttaqin,
2008).
III . METODE
PRAKTIKUM
A
. Waktu dan tempat
Praktikum
Iritabilitas Otot dan Saraf dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 14 Mei 2014
pukul 15.00-18.00 WITA, dan bertempat di Laboratorium Zoologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo, Kendari.
B
. Alat dan bahan
1.
Alat
Alat yang digunakan pada praktikum
Iritabilitas Otot dan Saraf dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Alat
dan kegunaan pada praktikum Iritabilitas Otot dan Saraf.
No
|
Namaalat
|
Kegunaan
|
1.
|
Papan bedah
|
Sebagai tempat membedah katak (Rana sp.)
|
2.
|
Alat bedah
|
Untuk membedah katak (Rana sp.)
|
3.
|
Pipet tetes
|
Untuk mengambil larutan
|
4.
|
Toples
|
Sebagai tempat membius katak (Rana sp.)
|
5.
|
Jarum pentul
|
Untuk menyangga katak ketika dibedah
|
6.
|
Kamera
digital
|
Untuk mendokumentasikan hasil
pengamatan
|
7.
|
Alat tulis
|
Untuk menuliskan hasil pengamatan
|
8.
|
Jaring
|
Untuk menangkap katak (Rana sp.)
|
2.
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum
Iritabilitas Otot dan Saraf dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.
Bahan
dan kegunaan pada praktikum Iritabilitas Otot dan Saraf.
No
|
Namabahan
|
Kegunaan
|
1.
|
HCl
|
Sebagai indicator untuk mengetahui aktif atau tidaknya otot dan saraf
|
2.
|
NaCl
|
Sebagai indicator untuk mengetahui aktif atau tidaknya otot dan saraf
|
3.
|
Kapas
|
Untuk menyerap kloroform
|
4.
|
Kloroform
|
Untuk membius katak (Rana sp.) yang digunakan
|
5.
|
Akuades
|
Untuk mencuci sediaan katak (Rana sp.)
|
6.
|
Katak (Rana sp.)
|
Sebagai bahan yang akan diambil saraf dan ototnya
|
C. Prosedur kerja
Prosedur kerja pada praktikum Iritabilitas
Otot dan Saraf yaitu sebagai berikut :
a. Pembuatan
Sediaan Saraf dan Otot
1. Membius
katak dengan menggunakan kloroform.
2. Meletakkan
katak (Rana sp.) di atas papan seksi
dengan posisi punggung menghadap ke bawah.
3. Menusukkan
jarum melalui foramen magnum ke arah anterior sampai ke tulang tengkorak dan
memutar jarum tersebut hingga otak akan rusak.
4. Jika
otak telah rusak, membedah katak dengan menggunakan alat bedah dan menggunting
kulitnya mulai dari ± 3 cm di atas paha ke arah transversal melingkari tubuh,
kemudian menarik kulit ke bawah hingga terlepas dari tubuh.
5. Membuka
perutnya dan membuang viceralnya, maka akan tampak saraf ischiadicus di sisi kanan dan kiri vertebranya.
6. Membuang
bagian lain yang tidak diperlukan dengan hati-hati hingga terlihat permukaan
saraf dengan ujung otot gastrocnemius.
7. Menggunting
ruas vertebra tepat di atas keluarnya saraf ischiadicus.
8. Memotong
tendon yang melekatkan otot gastocnemius
dengan tulang.
9. Membersihkan
sediaan sehingga tampak jelas otot gastrocnemius,
saraf ischiadicus, sisa tendon dan
sebagian ruas vertebra.
b. Pemberian
Perlakuan
1. Sebelum
saraf diputuskan dari medulla spinalis
- Rangsangan
mekanis
Mencubit
saraf dengan pinset, dan mengamati respon yang terjadi. Demikian pula pada otot
gastrocnemius.
- Rangsangan
thermis
Menyentuh
saraf dengan batang gelas yang panas dan mengamati respon yang terjadi.
Demikian pula pada otot gastrocnemius.
- Rangsangan
osmotis
Membubuhkan
sedikit kristal NaCl pada saraf dan mengamati respon yang terjadi. Demikian
pula pada otot gastrocnemius.
- Rangsangan
khemis
Meneteskan
2-3 tetes HCl 1 % pada saraf dan mengamati respon yang terjadi. Demikian pula
pada otot gastrocnemius. Setelah itu,
sediaan dicuci dengan menggunakan akuades.
2. Setelah
saraf diputuskan dari medulla spinalis
- Rangsangan
mekanis
Mencubit
saraf dengan pinset, dan mengamati respon yang terjadi. Demikian pula pada otot
gastrocnemius.
- Rangsangan
thermis
Menyentuh
saraf dengan batang gelas yang panas dan mengamati respon yang terjadi.
Demikian pula pada otot gastrocnemius.
- Rangsangan
osmotis
Membubuhkan
sedikit kristal NaCl pada saraf dan mengamati respon yang terjadi. Demikian
pula pada otot gastrocnemius.
- Rangsangan
khemis
Meneteskan
2-3 tetes HCl 1 % pada saraf dan mengamati respon yang terjadi. Demikian pula
pada otot gastrocnemius. Setelah itu,
sediaan dicuci dengan menggunakan akuades.
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum Iritabilitas
Otot dan Saraf dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Hasil
pengamatan Iritabilitas Otot dan Saraf sebelum saraf
diputuskan
dari medulla spinalis
No
|
Sampel
|
Perlakuan
|
|||
Mekanis (pinset)
|
Thermis (es batu)
|
Osmotis (NaCl)
|
Khemis (HCl)
|
||
1.
|
Otot gastrocnemius
|
Masih aktif
|
Masih aktif
|
Bergerak pelan
|
Bergerak pelan
|
2.
|
Saraf ischiadichus
|
Masih aktif
|
Masih aktif
|
Masih aktif
|
Masih aktif
|
Tabel 4. Hasil
pengamatan Iritabilitas Otot dan Saraf setelah saraf
diputuskan
dari medulla spinalis
No
|
Sampel
|
Perlakuan
|
|||
Mekanis (pinset)
|
Thermis (es batu)
|
Osmotis (NaCl)
|
Khemis (HCl)
|
||
1.
|
Otot gastrocnemius
|
Tidak bergerak
|
Tidak bergerak
|
Tidak bergerak
|
Tidak bergerak
|
2.
|
Saraf ischiadichus
|
-
|
-
|
-
|
-
|
B.
Pembahasan
Makhluk
hidup umumnya hewan memiliki ciri khas yaitu mampu melakukan gerakan. Gerak ini
merupakan hasil kombinasi dari otot dan tulang yang dipengaruhi oleh sistem
saraf. Sel saraf pada makhluk hidup mempunyai dua mekanisme penting, yaitu
iritabilitas maupun konduktivitas. Iritabilitas merupakan kemampuan sel saraf untuk
memberikan respon terhadap stimulus yang mengenainya, sedangkan konduktivitas
itu sendiri merupakan kemampuan sel saraf untuk merambatkan impuls yang
diterima.
Jaringan
otot (muscle tissue) terdiri atas
sel-sel yang disebut serabut otot, yang mampu berkontraksi ketika dirangsang
oleh implus saraf. Tersusun dalam susunan paralel didalam sitoplasma. Serabut otot
adalah sejumlah besar mikrofilamen yang terbuat dari protein kontraktil aktin
dan miosin. Otot adalah jaringan yang paling banyak terdapat pada sebagian
besar hewan, dan kontraksi otot merupakan bagian besar dari kerja seluler yang
memerlukan energi dalam suatu hewan yang aktif.
Praktikum iritabilitas otot dan saraf dilakukan pengamatan terhadap otot gastrocnemius katak dan saraf ischiadicus. Percobaan ini dilakukan dua
perlakuan, yaitu sebelum dan setelah saraf diputuskan dari medulla spinalis. Hasil pengamatan pada pengamatan sebelum saraf
diputuskan dari medulla spinalis
diperoleh untuk perlakuan mekanis baik otot gastrocnemius
maupun saraf ischiadicus tampak masih
aktif. Begitu pula dengan perlakuan thermis, osmotis (NaCl) dan khemis (HCl)
tampak masih aktif otot gastrocnemius
maupun saraf ischiadicus dari katak (Rana sp.). Reaksi
yang paling kuat pada kontraksi otot adalah dengan menggunakan HCl dan NaCl.
Penggunaan zat ini akan ditangkap oleh kemoreseptor dan dapat ditranduksikan
sampai ke sistem saraf katak (Rana sp.),
sehingga respons yang diberikan tampak kuat.
Hasil pengamatan pada perlakuan setelah saraf diputus dari medulla spinalis diperoleh untuk semua
perlakuan baik itu rangsangan mekanis, thermis, osmotis (NaCl) dan khemis (HCl)
tampak bahwa otot gastrocnemius dan
saraf ischiadicus sudah tidak aktif atau
tidak memberikan respons apapun. Hal ini dikarenakan sel saraf medulla spinalis sudah tidak dapat
melakukan fungsinya dengan baik karena telah mengalami perusakan yang berupa
pemutusan dari organ penghubungnya. Medulla spinalis merupakan organ dalam yang sangat lunak
dan rentan akan kerusakan, letaknya pada bagian dalam tulang yang terlindungi.
Hal ini juga dikarenakan organ ini merupakan organ penting dengan fungsi utama
pada sistem saraf.
Sistem
saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri
dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan
stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas,
atau sensitivitas terhadap stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi
suatu respons terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara
utama, yaitu input sensorik, aktivitas intergratif dan output motorik. Input
sensorik sistem saraf menerima stimulus melalui reseptor, yang terletak di
tubuh baik eksternal (reseptor somatic)
maupun internal (reseptor viseral).
Antivitas integratif reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang
menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang kemudian akan menginterpretasi dan
mengintegrasi stimulus, sehingga respon terhadap informasi bisa terjadi. Output
motorik input dari otak dan medulla
spinalis memperoleh respon yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh, yang
disebut sebagai efektor.
Sistem
saraf umumnya terdiri dari dua bagian yaitu sistem saraf pusat (otak dan medulla spinalis) dan sistem saraf tepi
(aferen dan eferen). Indikator yang diamati pada perlakuan ini adalah medulla spinalis pada katak (Rana sp.) baik sebelum dan setelah saraf
diputuskan. Seelum saraf diputuskan terlihat bahwa kerja dari otot dan saraf
masih aktif, sedangkan setelah saraf diputuskan terlihat bahwa kerja dari otot
maupun saraf sudah tidak aktif.
Fungsi medulla spinalis diantaranya adalah sebagai pusat gerakan otot tubuh
terbesar, mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai, menghantarkan
rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum dan sebagai sel yang
mengadakan komunikasi antara otak dengan semua
bagian tubuh. Dalam sistem saraf pusat terdapat dua
bagian penting yang menunjang kinerja saraf pusat yaitu bagian otak dan sumsum
tulang belakang.
Secara umum medulla spinalis menerima sensor motorik
yang berupa impuls dan diterima oleh tanduk dorsal,
selanjutnya sensor akan keluar melalui ventral dan diteruskan ke efektor. Di
sepanjang medulla spinalis terdapat
sel-sel araf yang akan meneruskan impuls sensor motorik dan selanjutnya
disampaikan ke otak. Sistem saraf bertanggung jawab untuk mengkoordinasi
respon yang cepat dan cermat. Sinyal-sinyal saraf dalam bentuk potensial aksi
secara cepat merambat disepanjang serat-serat sel saraf, menyebabkan pelepasan
suatu neurotransmiter di ujung saraf yang akan berdifusi hanya dalam jarak yang
sangat dekat ke sel sasarannya sebelum respon timbul. Respon yang diperantarai
oleh sel saraf bukan hanya cepat, tetapi juga singkat, kerjanya dengan cepat
terhenti karena neurotransmiter dengan cepat distimulasi dari sasarannya. Hal
ini memungkinkan penghentian respon dan pengulangan respon yang berlangsung.
V. PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan
pada praktikum Iritabilitas Otot dan Saraf adalah sifat iritabilitas dan
konduktivitas otot dan saraf dipengaruhi oleh medulla spinalis, apabila medulla
spinalis tidak diputus, maka akan
otot dan saraf pun masih aktif melakukan gerakan, dan apabila medulla spinalis telah diputus dari
organ penghubungnya, maka keja otot dan saraf pun sudah tidak aktif.
B.
Saran
Saran
yang dapat saya ajukan pada praktikum Iritabilitas Otot dan Saraf adalah agar
asisten tetap mempertahankan cara membimbing praktikan dalam melakukan
praktikum, karena cara membimbingnya sudah baik.
DAFTAR PUSTAKA
Fawcett, D. W. dan Bloom,
2002, Buku Ajar Histologi, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Kee, J. L.,
Hayes, E. R., 1996, Farmakologi
Pendekatan Proses Keperawatan, penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Muttaqin,
A., 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan, Salemba Medika, Jakarta.
Rahardjo, R., 2009, Kumpulan Kuliah Farmakologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sloane, E.,
2004, Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
PERCOBAAN IX
IRITABILITAS OTOT DAN SARAF
OLEH
:
NAMA
|
:
|
DAFID PRATAMA
|
STAMBUK
|
:
|
F1D1 12 002
|
KELOMPOK
|
:
|
III (TIGA)
|
KELAS
|
:
|
B
|
ASISTEN PEMBIMBING
|
:
|
JENDRI
MAMANGKEY
|
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2014
LAPORAN SEMENTARA
Judul : Iritabilitas Otot dan Saraf
Tujuan : Untuk mengetahui sifat iritabilitas dan konduktivitas
otot dan saraf
Hari/Tgl
: Rabu, 14 Mei 2014
Hasil Pengamatan
:
Tabel
1.
Hasil pengamatan Iritabilitas Otot dan Saraf sebelum saraf
diputuskan
dari medulla spinalis
No
|
Sampel
|
Perlakuan
|
|||
Mekanis (pinset)
|
Thermis (es batu)
|
Osmotis (NaCl)
|
Khemis (HCl)
|
||
1.
|
Otot gastrocnemius
|
Masih aktif
|
Masih aktif
|
Bergerak pelan
|
Bergerak pelan
|
2.
|
Saraf ischiadichus
|
Masih aktif
|
Masih aktif
|
Masih aktif
|
Masih aktif
|
Tabel
2.
Hasil pengamatan Iritabilitas Otot dan Saraf setelah saraf
diputuskan
dari medulla spinalis
No
|
Sampel
|
Perlakuan
|
|||
Mekanis (pinset)
|
Thermis (es batu)
|
Osmotis (NaCl)
|
Khemis (HCl)
|
||
1.
|
Otot gastrocnemius
|
Tidak bergerak
|
Tidak bergerak
|
Tidak bergerak
|
Tidak bergerak
|
2.
|
Saraf ischiadichus
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Nama-Nama
Kelompok III :
1. Kholifath
2. Wa
Ode Sadawati
3. Eis
Nurhiliya
4. Farni
5. Zainab
Mola
6. Febriyanto
Meiyer P.
7. Aditya
Aminudin
8. I
Wayan Rustanto
9. Ernaman
10. Sri
Astuti
11. DAFID PRATAMA
Kendari, Mei 2014
Asisten
Pembimbing,
Jendri
Mamangkey
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda